Apr 28, 2015 | By: Unknown

Virus Free Air, Solusi Polusi Negeri Kaya Inovasi

Bagi para penikmat sinetron Indonesia, kalian tentunya tahu sinetron Si Doel Anak Sekolahan kan? Apalagi sinetron Tujuh Manusia Harimau ya, yang saat ini ditonton jutaan masyarakat Indonesia. Nah, jika kalian merasa akrab dengan kedua sinetron ini sudah dipastikan kalian pun mengenali sosok yang memerankan tokoh utamanya. Siapa mereka? Yap! Benar sekali. Pemeran utama dalam kedua sinetron tadi adalah Rano Karno dan Samuel Zylgwyn. Lantas, ada apa dengan kedua orang ini? Baiklah, sebelum teman-teman membaca lebih jauh, akan saya pastikan terlebih dahulu bahwa tulisan ini bukanlah artikel gosip yang akan membahas tentang seluk-beluk kedua artis tadi. Eits, tunggu dulu. Teman-teman tak perlu kecewa, karena terinspirasi dari kedua artis ini saya justru menemukan informasi mengenai sebuah teknologi canggih dari negeri kaya inovasi. Penasaran? Beginilah ceritanya....


Sumber foto : john.do


SolabCool, Inovasi Negeri Belanda yang Benar-Benar Cool!


          Teman-teman, pernah nggak sih ketika siang hari kalian merasakan panas yang luar biasa? Panas yang sungguh menyengat hingga rasanya kalian ingin melepas pakaian atau bahkan segera terjun ke kolam terdekat atau membuat kalian ingin segera menenggak sebotol minuman dingin bersoda? Panas yang sungguh terik yang membuat mood kalian berubah seketika bahkan menimbulkan nyeri di kepala? Panas yang sungguh membakar hingga membuat kalian ingin segera mengakhiri kegiatan apapun di luar dan cepat-cepat kembali ke rumah? Apapun jenis panasnya saya yakin kita semua pasti pernah merasakannya dalam kondisi yang berbeda-beda. Karena sebagai penduduk negara tropis, ini adalah hal yang sangat lumrah. Namun, apakah hal yang lumrah ini lantas membuat kita tak perlu menciptakan hal-hal inovatif di sekitar kita? Hmm...

Source : bchydro.com

Apr 16, 2015 | By: Unknown

Hyperthymesiac's Undelivered Letter

Untuk teman kecil sekaligus sepupuku, 
Yang tak lama lagi akan memulai lembaran baru bersama dia yang telah berhasil menemukanmu sebagai penyempurna tulang rusuknya...

Ketika mendengar berita ini dari ibu, yang kulakukan pertama kali adalah diam.
Diam untuk sejenak, hingga tak sadar diamku justru mendesak sistem limbik untuk mengeluarkan beberapa tetes lakrimal.
Bukan, bukannya sedih. Aku bahagia untukmu. Sungguh bahagia.
Saking bahagianya aku harus bersembunyi di balik pintu kamar agar ibuku tak tahu bahwa mataku mulai memerah. Kau tau kan, pantang bagiku untuk terlihat seperti itu di depan ibu.

Apr 12, 2015 | By: Unknown

Google, I'm Into You!

Hi fellas, do you love Google? 
If you ask me, I'll certainly answer you with a BIG YES. 
If you ask me why? Hmm... let me tell you my journey. Then you'll understand why I love everything's about Google that much.
(But, it's important to be noted that I ain't kinda a geek. hehe)



My journey to find you


Pertama kali dikenalin sama komputer itu waktu saya lagi duduk di kelas 4 SD. Eh belum dikenalin juga ding, ceritanya dikenalin dulu sama mesin tik. Nah, waktu itu saya suka banget sama benda-benda yang punya tuts-tuts, kayak piano sama mesin tik. 

Khusus mesin tik, entah kenapa saya suka sekali melihat orang-orang mengetuk-ngetukkan jari mereka ke tuts-tuts warna hitam dengan rentetan bunyi khasnya yang kemudian diakhiri dengan bunyi "ting" itu. Saya sendiri tidak punya mesin tik, makanya tiap pulang sekolah (waktu SD) saya selalu menghampiri ayah saya yang bekerja sebagai guru SMP. Bukan untuk menemui ayah saya, yang saya tuju justru kantor TU nya. Di sana setiap jam istirahat saya selalu mencoba menggunakan mesin tik sesuka hati saya, ya.. meskipun cuma mesin tik rusak sih sebenarnya. 

Entah apa yang ada di pikiran saya saat itu, saya minta pada orang tua saya untuk didaftarkan ke kursus mengetik, di mana saat itu teman-teman saya kebanyakan justru tidak peduli dengan les semacam ini. Mereka lebih memilih les bahasa Inggris, les MTK, karate, drumband, dan sebagainya. Setidaknya mereka mengikuti les dengan orang-orang seumuran mereka. Sedangkan saya? Baru berusia 9 tahun di kursus mengetik ini membuat saya otomatis menjadi manusia termuda jika dibandingkan dengan peserta les lainnya yang berusia 17 tahun ke atas.

Hampir setiap sore saya selalu pulang sendiri dengan berjalan kaki sejauh 2 km sehabis kursus mengetik. Kadang-kadang diantar dan dijemput kalau orang tua saya sedang tidak sibuk. Biasanya Ibu saya selalu sibuk mengurusi adik laki-laki saya yang masih kecil, dan ayah saya setiap sore harus bekerja sebagai nelayan. Saya, yang punya keinginan segudang ini tidak bisa dengan egoisnya minta ini itu pada orang tua saya. Jadi, saya selalu berusaha sendiri dan mandiri. Ikut lomba sana-sini, dan melenyapkan rasa takut saya untuk pergi sendiri ke sana kemari. 

Mungkin orang tua saya bisa melihat kegigihan di mata saya. Atau, mungkin juga sebenarnya orang tua saya kasihan melihat saya yang kurus, kecil, dan dekil ini harus pulang pergi sejauh 4 km demi kursus mengetik. Takut-takut saya diculik (padahal sepertinya memang tak ada yang berminat menculik saya), jadinya orang tua saya membelikan saya komputer di rumah. Hmm...

Apr 8, 2015 | By: Unknown

Sleepwalker

"Kenapa harus takut gelap kalau ada banyak hal indah yang hanya bisa dilihat sewaktu gelap?" - Nishimura Kazuto

Sepenggal kalimat di atas adalah kalimat favorit saya ketika mengenal novel-novel karya penulis terkenal nan bersahaja, Ilana Tan. Saya jatuh cinta pada karya-karyanya sejak SMA dan sudah menghatamkan tetralogi novelnya. Unik, menarik, dan selalu membuat dada saya berdebar ketika menyelami setiap untaian kata yang dilontarkan oleh tokoh-tokoh yang ia ciptakan. Entah bagaimana Ilana Tan ini mendesain karakter tokoh pria di novelnya, herannya mereka-mereka yang tercipta dalam imajinasi ini selalu membuat saya ingin bergegas mengambil wudhu, tahajud, dan kemudian bersimpuh memohon untuk segera diturunkan jodoh seperti yang dikisahkan di dalam novel-novelnya Ilana Tan.

Di antara keempat novel tetraloginya Ilana Tan ini, yang menjadi novel favorit saya adalah Winter in Tokyo, dengan tokoh pria utama bernama Nishimura Kazuto. Saking tergila-gilanya dengan sosok Kazuto, dulunya saya bahkan sempat mencari-cari pemilik akun FB dengan nama Nishimura Kazuto. Sebenarnya... saya sepenuhnya sadar kok bahwa pemilik akun itu bukanlah seperti sosok Kazuto yang diceritakan di dalam novel. Tapi, entah mengapa, saya yang delusionis ini selalu beranggapan tokoh-tokoh imajiner seperti itu sejatinya bisa ditemukan di dunia nyata. Pemahaman saya yang seperti itu malah semakin didukung dengan kenyataan bahwa permintaan pertemanan di FB saya diterima! Kehebohan dan kealayan saya pun semakin memuncak ketika akhirnya kami saling bertegur sapa melalui dunia maya dan bertukar cerita di inbox FB.  Saya, yang saat itu masih duduk di kelas 2 SMA dan tinggal di asrama putri, sontak membuat geger satu asrama karena selalu heboh ketika mendapatkan pesan balasan dari Kazuto dunia nyata.